Mendengar kata Ibrahim AS pikiran kita langsung tertuju kepada sebuah peristiwa besar yang kemudian menjadi salah satu syariat dalam Islam. Ya, peristiwa fenomenal tersebut adalah momen dimana Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT menyembelih anak semata wayangnya. Dimana kemudian Allah SWT menggantinya dengan domba. Syariat yang awalnya hanya berdimensi vertikal (Hablum minallah) kemudian mampu masuk ke dimensi horizontal kemasyarakatan (Hablum minannas).
Arti sebuah ketaatan
Jika kita tadaburi secara mendalam ada banyak pelajaran dan keteladanan yang bisa kita ambil dari kisah perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Adapun nilai pelajaran pertama yaitu aspek ketaatan total Nabi Ibrahim AS dalam melaksanakan perintah dari Tuhannya. Dimana beliau selalu mendahulukan perintah Allah SWT diatas segala-galanya. Sebagai contoh beliau meninggalkan istrinya (Hajar) dan putranya (Ismail) di tanah gersang tanpa meninggalkan bekal apapun. Mungkin secara logika perintah tersebut tidak masuk akal namun dengan ketaatan penuh, Nabi Ibrahim AS benar-benar melaksanakannya tanpa ragu sedikitpun. Seraya berdoa:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Q.S.Ibrahim: 37)
Begitu juga ketika datang perintah Allah SWT untuk menyembelih putra tercintaanya yaitu Nabi Ismail. Sebagaimana diabadikan dalam Al Qur’an Surat Ass Shaffat: 102. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu maka pikirkan apa pendapatmu!” Ia menjawab “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, InsyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”.
Beliaupun melaksanakan perintah tersebut dengan penuh ketaatan, tanpa nanti dan tanpa tapi. Namun atas kemaha besaran dan kasih sayangNya Ismail kecil yang sudah siap disembelih tiba-tiba diganti oleh Allah SWT dengan seekor domba. Cukuplah dari dua hal tersebut menjadi bukti bahwa ketaatan dan kecintaan Nabi Ibrahim AS kepada Rabbnya begitu besar. Sampai sampai perintah yang ketika itu dianggap tidak masuk akal, beliau laksanakan tanpa ada keraguan sedikitpun.
Poin penting kedua yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari keluarga Nabi Ibrahim AS yaitu kesabaran. Sebagaimana tercatat di banyak literatur bahwa ujian kesabaran yang dialami Nabi Ibrahim AS sangat luar biasa. Kita tahu bahwa selain sebagai seorang utusan Allah SWT, Nabi Ibrahim AS juga sebagai kepala keluarga. Wajar jika sebagai kepala keluarga beliau sangat merindukan buah hati sebagai pelanjut perjuanganya kelak. Namun setelah sekian lama membina bahtera rumah tangga ternyata usaha dan doanya untuk memiliki anak belum juga dikabulkan oleh Allah SWT. Dengan kondisi yang sudah tidak lagi muda dan rambut juga sebagian sudah memutih, Nabi Ibrahim AS tetap sabar dengan kondisi yang dialaminya. Bahkan tak henti hentinya beliau berdoa sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) termasuk orang-orang yang sholeh” (Q.S. Ass Shaffat: 100)
Begitu juga pelajaran kesabaran yang bisa kita ambil dari seorang Sayyidah Hajar, ibu sekaligus istri yang sangat sabar dalam menerima seluruh ketetapan ujian demi ujian dari Allah SWT. Hal itu tergambar jelas ketika ia dan Ismail kecil diungsikan oleh Nabi Ibrahim AS ke sebuah tempat asing yang belum pernah dikenalnya. Sebuah tempat yang kering dan tandus, tanpa air dan tanpa pepohonan. Di sanalah ia ditinggalkan sendirian bersama Ismail, anak yang belum lama ia lahirkan. Namun dengan kesabaran super ekstra Sayyidah Hajar menerima dan mampu melewati cobaan tersebut dengan sukses.
Semangat penuh keoptimisan
Kemudian nilai spirit yang bisa kita ambil dari perjalanan keluarga Nabi Ibrahim AS yaitu semangat penuh keoptimisan dan keyakinan. Hal ini menjadi penting karena ada sebagaian orang yang taat dalam menjalankan perintah Allah SWT dan iapun sabar dengan ujian ujian menimpanya. Namun mereka menjalaninya dengan biasa biasa saja. Bahkan tidak jarang dari mereka yang malah lemas dan menjalankannya dengan sekedarnya saja. Hal itu berbeda jauh dengan apa yang telah dicontohkan oleh keluarga Nabi Ibrahim AS. Mereka melaksankan ketaatan dan membingkai kesabaran tersebut dengan penuh semangat dan keyakinan.
Sebagaimana tergambar dalam ulasan diawal bahwa keluarga Nabi Ibrahim AS senantiasa semangat dalam menjalani kehidupan beserta paket-paket ujian yang menyertainya. Penantian yang sangat panjang akan hadirnya buah hati bukan perkara yang mudah tentunya. Walaupun mujahadah dan doa sudah dilakukan namun Allah SWT belum kunjung mengabulkannya. Kondisi tersebut tidak lantas membuat Nabi Ibrahim AS menyerah dan putus asa. Beliau tetap semangat dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Beliau yakin bahwa semua ini adalah rencana dari Allah SWT. Beliau hanya cukup menjalaninya dengan penuh semangat dan yakin bahwa Allah SWT punya rencana terbaik untuk diri dan keluarganyanya.
Begitu juga ketika Ismail kecil diberitahu oleh ayahnya perihal perintah untuk menyembelihnya. Jawaban yang keluar dari lisan Ismail sungguh sangat menggetarkan. Ia menjawab “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, InsyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Dari jawaban yang sangat tegas tersebut, tidak hanya menunjukan bagaimana ketaatan dan kesabaran Ismail kecil. Namun dari peryataan tersebut juga tergambar dengan jelas bahwa Ismail kecil sangat bersemangat dalam menunaikan perintah Allah SWT walau nyawa sebagai taruhannya.
Itulah tiga pelajaran penting dan energi spirit yang merupakan rangkaian tak terpisahkan dari perjalanan hidup keluarga Nabi Ibrahim AS. Mulai dari pelajaran tentang arti sebuah ketaatan, kesabaran dan semangat penuh keoptimisan. Demikianlah serangkaian kisah yang mengantarkan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya menjadi hamba-hamba yang mulia. Semoga kita semua bisa meneladani dan mengaplikasikan ketiga energi spirit tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak ada lagi keluh kesah dan keputusasaan yang tiada arti. Khususnya dalam hal menegakkan panji panji kebesaran Allah SWT di zaman yang semakin rapuh seperti sekarang ini.
Oleh : Sang Pejuang