Berbicara kepemimpinan maka sesungguhnya kita sedang berbicara tentang seni tingkat tinggi. Bagaimana seseorang mampu mengorganisir, mengarahkan dan menyatukan kekuatan team untuk sebuah tujuan yang sudah ditetapkan bersama. Di dalam prakteknya kepemimpinan tidak selalu berbicara tentang arahan dan instruksi semata. Ada masanya pendekatan yang sifatnya fulgar itu kita minimalisir sedemikian rupa. Sehingga seluruh anggota bisa merasa nyaman dan enjoy dalam menjalankan tugasnya.
Pertanyaannya, kalau pendekatan Top Down yang bersifat instruksi itu diminimalisir lalu bagaimana cara pemimpin menggerakkan anggotanya. Salah satu cara terampuh adalah dengan menggunakan pendekatan cinta atau lebih tepatnya memimpin dengan cinta. Lalu seperti apa yang dimaksud memimpin dengan cinta tersebut.
Memimpin dengan cinta
Kita bisa mengatakan bahwa memimpin dengan cinta merupakan tahap kepemimpinan paling tinggi. Seorang pemimpin yang lebih menjalankan kepemimpinannya dengan cinta tentu telah melalui beberapa tahapan kepemimpinan sebelumnya. Hanya pribadi pribadi agunglah yang mampu membingkai kepemimpinannya dengan cinta.
Seorang yang memimpin dengan cinta, ia telah selesai dengan dirinya sendiri. Maksudnya ia merupakan orang yang bisa memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Ia juga telah memberikan uswah kepada anak buahnya tentang bagaiamana cara berkerja yang baik, disiplin dan mematuhi seluruh aturan kerjanya. Ia tidak hanya menyuruh tapi juga memberikan contoh. Karena pada saatnya arahan dan instruksi akan tiada gunakanya tanpa ada keteladanan didalamnya. Ia tidak hanya memberi instruksi tapi juga membersamai. Ia tidak hanya memberikan orientasi akan tetapi ia juga memberikan keoptimisan yang tinggi kalau teamnya bisa menggapai apa yang telah ditargetkan.
Memimpin dengan cinta bukan berarti tidak perlu aturan, justru memimpin dengan cinta sudah selesai dengan aturan dan pernak pernik lainnya. Memimpin dengan cinta lebih berbicara tentang seberapa dekat hubungan antara pemimpin dan para anggotanya. Karean itu merupakan kunci bagi keharmonisan yang nantinya akan meningkatkan performance dan produktifitas kerja.
Kita juga sepakat bahawa pemimpin yang didambakan oleh banyak orang adalah pemimpin yang mencintai anggotanya. Misalnya dalam kehidupan keluarga, seorang ayah akan berkerja dan berjuang memeras keringat membanting tulang demi membahagiakan orang orang yang dicintainya yaitu istri dan anak anaknya. Hadis Rasulullah SAW juga bersabda bahwa “Sebaik baik pemimpin adalah mereka yang mencintai kalian dan kalian mencintai mereka. Mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Dan seburuk buruk pemimpin adalah mereka membenci kalian dan kalian membenci mereka. Mereka melaknat kalian dan kalian melaknat mereka”. (HR. Muslim)
Dalam realita kehidupan sosial kadang kita melihat proses pemilihan seseorang pemimpin layaknya transaksi jual beli dipasar. Yaitu antara calon pemimpin sebagai penjualnya dan masyarakat sebagai pembelinya. Lebih jelasnya adalah jual beli suara dengan “Money politic” yang dimainkan oleh oknum tak bertanggung jawab. Ketika kedua belah pihak masih dalam tahap proses “tawar menawar” mereka akan saling mendekat dan mencari perhatian. Namun ketika proses transaksi sudah mencapai kata “deal” dan “barang” yang dimaksud sudah berpindah tangan dari penjual ke pembeli maka hubungan tersebut akan putus dengan sendirinya.
Baca juga : 5 Levels of Leadership
Komunikasi kepemimpinan
Adapun kepemimpinan yang dihasilkan adalah kepemimpinan yang penuh dengan perhitungan untung rugi. Para pemimpin sudah mengeluarkan modal untuk “membeli” suara rakyat atau anggotanya. Maka hal pertama yang akan dipikirkan oleh pemimpin tersebut adalah bagaimana mengembalikan modalnya. Alih alih memimpin dengan cinta, pemimpin tersebut akan berkerja untuk dirinya sendiri dan tidak memikirkan nasib rakyat atau anggotanya.
Lain halnya jika seseorang pemimpin sudah membingkai kepemimpinannya dengan cinta dan kasih sayang maka sudah pasti ia akan berkerja dengan kemampuan terbaiknya. Pemimpin tersebut akan berusaha selalu membahagiakan orang yang dicintainya yang dalam hal ini adalah anggotanya.
Lebih jauh, seorang pemimpin yang menjalankan roda kepemimpinannya dengan cinta akan senantiasa membangun komunikasinya dengan pendekatan dimensi hubungan. Maksudnya adalah komunikasi yang dibangun tidak bersifat instruksional. Akan tetapi komunikasi dengan dimensi hubungan tersebut terbangun karena sudah terjalin hubungan yang baik dan “dalam” antara pemimpin dan anak buahnya. Sehingga diantara keduannya sudah berada dalam frekwensi dan irama yang sama.
Dalam kondisi kesamaan frekwensi dan irama tersebut menjadikan bangunan komunikasiya tidak bersifat intruksinonal. Namun bangunan komunikasi tersebut sudah melibatkan rasa bahkan sering bersifat non verbal. Misalnya dehem atau batuknya seorang pemimpin pada saat dan kondisi tertentu akan bisa dimengerti maksudnya oleh semua anak buahnya. Sehingga mereka langsung melaksanakan apa yang “diintruksikan” oleh pemimpinnya.
Bahkan pada tataran tertentu sesuatu yang diucapkan dengan menggunakan pendekatan dimensi hubungan ini bisa berlawanan maksud. Sebagai contoh, kalimat “aku benci kamu” atau “ih kamu jahat” yang diucapkan dengan nada menggoda oleh seorang istri kepada suaminya bisa jadi maksud sebenarnya adalah menyukainya. Ucapan tersebut bisa jadi hanya sebagai tanda gemas dan manja. Dari situ kita bisa tahu bahwa tidak semua pesan berdimensi isi namun adakalnya menggunakan dimensi hubungan.
Terakhir, walaupun kita tahu bahwa tidak semua orang yang kita pimpin akan mencintai kita, tapi belajar dan berusaha mencintai mereka akan memberi kita sebuah pondasi kepemimpinan yang kokoh. Mari terus berproses dalam kepemimpinan kita masing masing. Jika belum bisa menjadi pemimpin yang dicintai oleh anak buah kita maka teruslah berporses. Jangan sekali kali terbesit untuk berhenti mencintai mereka. Karena kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada kita dengan kebaikan kebaikan lain yang kadang kita tidak bisa menduganya.
Oleh : Alim Puspianto, M.Kom.I – Komandan Sakoda Pandu Hidayatullah Wilayah Jawa Timur & Dosen KPI STAI Luqman Al Hakim Surabaya