Oleh: Alim Puspianto*
Mendengar kata kader dan leader secara otomatis “dapur semangat” yang ada di dada langsung menghangat dengan sendirinya. Tidak tahu kenapa seakan akan dua kata tersebut sudah punya tempat spesial di hati anggota Gerakan Pandu Hidayatullah (GPH) di seluruh Indonesia. Semangat itu muncul layaknya magma yang bergejolak dan siap menerobos apapun yang ada didepannya. Atau layaknya bom nuklir yang melesat dan siap memporak porandakan targetnya. Begitulah satu perumpamaan kondisi anggota GPH atau yang biasa disebut dengan Pandu Hidayatullah ketika dua kata tersebut dipatikkan di jiwanya.
Ketika semua orang menantikan hadirnya sebuah perubahan, ketika semua umat Islam menunggu sebuah babak baru dalam tatanan kehidupan. Pandu Hidayatullah hadir dengan semangat 554 nya. Sebuah semangat yang terilhami dari Al Qur’an surat Al Maidah ayat 54. Yang berbunyi,
”Hai orang orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencntaiNya. Yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya, dan Allah maha luas (pemberianNya), lagi maha mengetahui”.
Pandu Hidayatullah inilah menjadi salah satu jawaban atas penantian panjang selama ini. Begitu dahsyat ruh semangat yang ditanamkan melalui Gerakan Pandu Hidaytullah. Sampai sampai walau hanya dengan mendengar Mars Pandunya saja dada kita akan langsung terasa sesak dipenuhi oleh semangat yang membara. Bahkan ketika Mars kebanggaan ini disenandungkan dan sampai dibait terakhir yang berbunyi, “Maju terus maju Pandu Hidayatullah, hingga kita menang atau syahid di jalaNya, janji Allah pasti tuk mujahid sejati, bersama ridhoNya nikmat Allah tertinggi” banyak anggota Pandu Hidayatullah yang tidak tahan menahan gemuruh di dalam dada. Sampai tak terasa air mata juang mengalir dengan sendirinya.
Begitu juga “doktrin” spirit “Laa ‘izzata illa bil Islam” yang merupakan motto Pandu Hidayatullah turut memenuhi relung relung ruang semangat yang ada. Semua potensi semangat tersebut bersatu padu dan mengkristal sedemikian rupa. Kondisi tersebut akan mencapai klimaknya ketika kelak “panggilan” telah tiba, tiada kata selain Taat, Sabar, dan Semangat serta Sami’na wa atho’na.
Kader yang Leader
Sungguh luar biasa gelora juang yang ditanamkan Pandu Hidayatullah kepada seluruh kadernya. Dengan berbagai kreatifitas dan keunikannya, pengkaderan di Pandu Hidayatullah begitu terasa dan menyentuh jiwa para anggotanya. Pengkaderan Pandu Hidayatullah tidak hanya diajarkan tapi benar benar dijiwai dan dipraktekkan oleh para komandannya. Semangat kepemimpinan juga selalu digelorakan dan dipetakan secara jelas, mau seperti apa kita ke depan. Sebagaimana Muhammad Al Fatih kecil yang senantiasa dimotivasi oleh orang tuanya. Bahkan setiap hari ayahnya mengajaknya duduk di menara masjid yang tinggi seraya berkata,”Lihatlah! Di depan, jauh didepan sana, disana ada Konstantinopel. Kota itu adalah salah satu pusat dari kekufuran. Ibu kota Romawi Timur yang sangat kuat. Kota itu akan jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Dan engkaulah, InsyaAllah yang akan menahlukannya kelak”. Hasil dari proses pengkaderan yang dialami oleh Muhammad Al Fatih kecil ini kemudian melahirkan sosok pemimpin terbaik di masanya. Sehingga mampu melahirkan Al Fatih dengan perkataan legendarisnya yaitu, “baiklah! tidak lama lagi aku akan memiliki singgasana di konstantinopel atau aku akan mempunyai kuburan disana!”.
Dengan proses pengkaderan tersebut menjadikan anggota Pandu Hidaytaullah benar benar menyadari akan statusnya sebagai kader yang dipersiapakan menjadi leader pelanjut estafeta kepemimpinan Islam. Kenyataan ini menjadikan kita optimis bahwa harapan akan kejayaan Islam itu sudah didepan mata. Hadirnya generasi generasi pilihan yang isnyaAllah akan melanjutkan estafeta perjuangan Islam itu nyata adanya bukan isapan jempol belaka.
Hal hal besar yang kadang tidak masuk perhitungan akal sebentar lagi mungkin akan segera kita saksikan. Sebagaimana Muhammad Al Fatih (Sang penahluk Konstantinopel) yang telah menukar daratan menjadi lautan. Ia mampu menjalankan 70 kapal pasukannya di atas perbukitan Galata dalam semalam. Sesuatu yang sangat tidak terpikirkan dan bisa dibilang mustahil dilakukan pada saat itu. Tapi fakta telah membuktikan bahwa memang Al Fatih adalah sebaik baik pemimpin.
Begitu juga Thoriq Bin Ziyad sang penahluk Andalusia. Untuk membakar semangat juang pasukannya, ia membakar kapal yang ditumpanginya seraya berkata, “Di belakang kita lautan, di depan kita musuh. Kita tidak dapat melarikan diri. Demi Allah SWT, kita datang ke bumi Andalusia untuk menjemput syahid atau meraih kemenangan”.
InsyaAllah kejayaan Islam tinggal menunggu waktunya saja. Dan Pandu Hidayatullah adalah satu diantara sekian banyak jawabannya. Aamiin.
*Penulis adalah Komandan Wilayah Pandu Hidayatullah Jawa Timur & Dosen STAI Luqman Al Hakim Surabaya