Nilai Kepemimpinan Dalam Isra Mi’raj

by admin

Banyak hal yang bisa kita jadikan sebagai bahan untuk belajar tentang kepemimpinan. Termasuk salah satunya adalah belajar kepemimpinan melalui peristiwa Isra Mi’roj yang telah dijalani oleh Nabi Muhammad SAW. Karena kalau kita renungkan ternyata momen fenomenal yang setiap tahun diperingati oleh seluruh umat Islam ini sangat sarat akan nilai nilai kepemimpinan.

Nilai Kepemimpinan Dalam Isra Mi'raj

Nilai Kepemimpinan Dalam Isra Mi’raj

Sebelum masuk ke pokok bahasan, perlu kita ketahui bahwa disaat kekuatan Islam belum kuat, bahkan masih banyak orang yang kadar tauhidnya masih sangat lemah. Ditambah lagi dengan perlawanan yang digencarkan secara terang-terangan dari tokoh suku Quraisy ketika itu. Nabi Muhammad SAW tiba-tiba melontarkan sebuah pernyataan yang sangat menggemparkan dan terkesan di luar nalar manusia. Yaitu berita perjalanan Isra Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan berlanjut ke Sidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allah SWT.

Tak pelik jika berita dahsyat yang mampu mencuri perhatian publik tersebut langsung menyebar dengan cepat dan menjadi perbincangan masyarakat seluruh negeri. Walaupun sebenarnya untuk level Nabi dan rasul peristiwa  semacam itu bukanlah hal yang aneh. Kerena sebelumnya juga telah ada peristiwa peristiwa “aneh” yang telah dialami oleh para nabi dan rasul. Seperti Nabi Ibrahim yang tidak terbakar ketika dimasukan ke dalam kobaran api oleh tentara Fir’un. Begitu juga Nabi Musa yang diberi mukjizat mampu membelah lautan dan lain sebagainya.

Pelajaran pertama

Dari fenomena tersebut kita bisa belajar bahwa sebagai seorang pemimpin -sebagaimana Nabi Muhammad SAW ketika itu- idealnya harus mampu memproduk isi isu besar. Karena isu besar tersebut memiliki kekuatan untuk menarik perhatian dan mampu menggerakkan banyak orang untuk mengenalnya lebih dalam lagi. Tentunya isu-isu yang dibuat adalah satu hal yang baru dan berdasarkan atas nilai nilai kejujuran. Bukan isu-isu liar yang tidak bermutu atau isu-isu yang menyesatkan.

Jika seorang pemimpin hanya sekedar menjalankan kepemiminannya dengan datar atau hanya sekedar memenuhi tanggung jawabnya saja. Maka sudah pasti orang yang dipimpinnya akan merasa bosan. Klimaksnya bisa jadi akan menimbulkan ketidakpuasan atau kekecewaan kepada pemimpinnya tersebut. Hal itu bisa terjadi karena pada dasarnya manusia memerlukan ruang imajinasi dan harapan baru untuk maju dan berkembang. Mereka menginginkan arahan dan pancingan untuk meraba masa depan yang harapannya mampu memacu semangat dalam menjalani kehidupan.

Oleh karena itu, setiap kali memperingati Isra’ Mi’raj, para pemimpin seharusnya mampu menangkap pesan baru dari peristiwa dahsyat tersebut. Sekali lagi pemimpin harus memiliki kemampuan dan keberanian untuk memproduk isu-isu besar yang menakjubkan. Sebagaimana Rasulullah SAW menyampaikan berita Isra Mi’raj. Dengan begitu maka secara otomatis akan semakin menambah nilai trust atas kepemimpinannya.

Pelajaran kedua

Adapun pelajaran penting lainnya dari peristiwa Isra’ Mi’raj adalah arti sebuah tanggung jawab kepemimpinan. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang pemimpin harus bertanggung jawab terhadap semua anggotanya. Khususnya masalah kemampuan dan kekuatan anggotanya dalam melaksanakan sebuah perintah.

Baca juga: Berproses Menjadi Pemimpin

Salah satu hal yang menarik untuk kita bahas dalam peristiwa Isra Mi’raj ini adalah ketika Nabi Muhammad SAW menerima perintah sholat fardhu. Dimana awalnya Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW dan umatnya untuk menegakkan sholat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. Dikisahkan, walaupun perintah tersebut sangat berat namun Rasulullah SAW menyanggupinya. Tetapi ketika perjalanan turun, beliau bertemu dengan Nabi Musa AS.

Nilai Pelajaran Kepemimpinan dalam Isra Mi'raj

Nilai Pelajaran Kepemimpinan dalam Isra Mi’raj

Singkat cerita ketika ditanya oleh Nabi Musa terkait tugas dari Allah SWT, Nabi Muhammad SAW menjawab bahwa beliau diperintahkan melaksanakan sholat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. Seketika itu Nabi Musa menasehatinya untuk meminta keringanan. Dengan pertimbangan, karena yang akan melaksanakan perintah tersebut tidak hanya beliau namun seluruh umat Islam sampai akhir zaman.

Walaupun dengan “berat hati” akhirnya Nabi Muhammad SAW memberanikan diri untuk menghadap Allah SWT meminta keringanan atas perintah yang belum dikerjakannya. Tidak lain pertimbangan beliau adalah demi umat yang dicintainya sebagaimana nasehat yang diwejangkan oleh Nabi Musa. Singkat cerita setelah Nabi Muhammad SAW naik turun berulang kali meminta keringanan kepada Allah SWT akhirnya jumlah sholat yang awalnya 50 kali kemudian berubah menjadi hanya 5 kali dalam sehari semalam sebagaimana kita laksanakan sampai sekarang.

Melihat dialog yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan Nabi Musa, pelajaran besar yang bisa kita ambil adalah sebagai seorang pemimpin kita harus senantiasa memperhatikan kemampuan seluruh anak buah kita. Jangan sampai kita hanya berpedoman kepada kemampuan diri kita sendiri. Bahkan sampai kepada “perintah Tuhan” pun, Rasulullah masih berani meminta keringanan demi umatnya. Apalagi kalau sekedar perintah yang datangnya dari sesama manusia. Seorang pemimpin wajib untuk melihat kemampuan dan mengedepankan kepentingan umat diatas segala galanya.

Pelajaran ketiga

Adapun pelajaran terakhir yang bisa kita ambil dari peristiwa besar Isra Mi’raj ini adalah sikap percaya dan taat seorang “bawahan” kepada pemimpinnya. Sebagaimana sahabat Abu Bakar yang kemudian mendapat gelar Ash Shiddiq dari Rasulullah SAW. Beliaulah orang pertama yang percaya dan mengimani dengan sepenuh hati peristiwa Isra Mi’raj. Padahal disaat yang sama banyak orang masih meragukan kebenarannya. Walaupun konteksnya berbeda, dalam artian yang dimaksud pemimpin pada saat itu adalah Muhammad sebagai Rasulullah SAW.

Sedangkan untuk konteks sekarang pemimpinnya adalah manusia biasa. Namun setidaknya kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut yaitu arti sebuah kepercayaan dan ketaatan. Karena sudah menjadi kewajiban bagi rakyat atau umat untuk taat kepada pemimpinnya. Tentunya selama apa yang disampaikan dan perintahkannya tidak bertentangan dengan nilai nilai luhur Islam.

Demikianlah pelajaran kepemimpinan yang bisa kita ambil dari peristiwa agung sepanjang masa Isra Mi’raj. Seorang pemimpin harus mampu menjadi inspirasi besar pengikutnya, bertanggung jawab akan amanah yang dibebankan padanya, dan kewajiban sami’na waatho’na pengikut kepada pemimpinnaya. Semoga bermanfaat.

Oleh: Alim Puspianto, M.Kom – Ketua Sakoda “Pandu” Hidayatullah Jawa Timur & Dosen Dakwah STAI Luqman Al Hakim Surabaya

Related Articles

Leave a Comment