Proses Pengaderan Muhammad Al Fatih (Leadership-7)

by admin

Oleh: Alim Puspianto

Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya ketika Konstantinopel  bisa ditaklukan. Muhammad II bin Sultan Murad II yang merupakan sultan ke tujuh dari kekhalifahan Utsmaniyah tampil sebagai jawaban atas sabda Rasulullah SAW yang berbunyi “Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik baik amir (Khalifah) adalah amir yang memimpin penaklukannya dan sebaik baik tentara adalah tentara yang menaklukkannya”.

Pemuda 21 tahun tersebut telah menukar daratan menjadi lautan. Ia mampu menjalankan 70 kapal pasukannya di atas perbukitan Galata dalam semalam. Sesuatu yang sangat tidak terpikirkan dan bisa dibilang mustahil dilakukan pada saat itu. Tapi fakta telah membuktikan bahwa memang Al Fatih adalah sebaik baik pemimpin.

Kesuksesan penahlukan Konstantinopel yang terjadi pada hari selasa 20 Jumadal Ula 857 H/29 Mei 1453 M berarti juga mengakhiri riwayat kekaisaran Romawi Timur. Penahlukan tersebut menjadikan Sultan Muhammad II dijuluki “Al Fatih” atau Sang Penahluk. Sebuah pencapaian yang sudah dipersipkan begitu panjang. Bahkan hadirnya kekhalifahan Utsmaniyah tidak lain dalam rangka mewujudkan penahlukan tersebut.

Pada kesempatan kali ini penulis mencoba mengungkap sisi pengaderan yang dialami oleh Muhammad Al Fatih. Sehingga mampu menjadi sosok pemimpin terbaik yang mampu menggemparkan dunia.

Pondasi Dasar Keilmuan

Walaupun Al Fatih termasuk anak yang memiliki kecerdasan yang luar biasa, namun di awal proses belajarnya ia termasuk anak yang bandel. Bahkan beberapa guru yang diamanahi untuk mengajarnya gagal. Hal itu dikarenakan Al Fatih kecil tidak mau tunduk pada guru gurunya. Sampai kemudian Sultan Murad II menunjuk seorang ulama yang bernama Ahmad bin Ismail Al Kurani untuk mengajar putranya. Sang Sultan memberikan sebuah cambuk kepada Al Kurani untuk dipukulkan ke anaknya jika bandel.

Kepada Pangeran Muhammad II, Al Kurani berkata: “Ayahmu mengutusku untuk mengajar dan memukulmu jika engkau melanggar perintahku”. Pangeran Muhammad II hanya tertawa mendengar ucapan itu. Kemudian Syekh Al Kurani pun memukulkan cambuknya dengan keras hingga Pangeran Muhammad II takut. Setelah kejadian tersebut Sang Pangeran menjadi sangat semangat belajar dan tidak nakal lagi.

Berkat kecerdasannya, Al Fatih mampu menghafal Al Qur’an di usia 7 tahun. Ia juga menguasai bahasa Turki, Persia, Arab, ditambah lagi dengan bahasa  Yunani, Serbia, Italia dan Latin yang dikuasainya diwaktu remaja. Al Fatih juga dibekali dengan banyak disiplin ilmu, Mulai ilmu agama, sains, kemiliteran, politik dan ilmu ilmu penunjang lainnya. Beliau belajar banyak dari para ilmuan yang pakar di bidangnya, baik dari kalangan muslim maupun non muslim.

Sultan Murad II tahu bahwa untuk menjadi seorang pemimpin besar, sudah semestinya pemimpin tersebut harus memiliki kapasitas keilmuan yang cukup. Itulah sebabnya ia membekali anaknya dengan pondasi keilmuan yang kuat. Harapannyan kebijakan dan keputusan yang diambil nantinya adalah berdasarkan ilmu tidak hanya menuruti hawa nafsu.

Penanaman Karakter Pemimpin

Sejak kelahirannya 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M, Muhammad Al Fatih sudah dipersiapkan oleh orang tuanya untuk menjadi pemimpin besar. Wujud dari keseriusan tersebut terlihat dari penanaman karakter kepemimpinan yang senantiasa digelorakan kepada Al Fatih kecil. Bahkan setiap hari Sultan Murad II mengajaknya duduk di menara masjid yang tinggi seraya berkata ”Lihatlah! Di depan, jauh di depan sana, disana ada Konstantinopel. Kota itu adalah salah satu pusat dari kekufuran. Ibu kota Romawi Timur yang sangat kuat. Kota itu akan jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Dan engkaulah, InsyaAllah yang akan menahlukannya kelak”.

Selain dididik oleh ayahnya, Al Fatih juga mempunyai satu guru paling berpengaruh yaitu Syekh Syamsuddin. Dimana nasab beliau bersambung dengan Khalifah Abu Bakr Ash Shidiq Radhiyallahu Anhu. Bahkan Al Fatih menyebutnya sebagai “Sang Penyingkap Rahasia” karena Syekh Syamsuddin mampu menyakinkannya bahwa dialah “Sang Penahluk” Konstantinopel sebagaimana yang dimaksud dalam hadis nabi.

Ada satu pelajaran agung yang diberikan oleh Syekh Syamsuddin kepada Al Fatih. Diceritakan bahwa pada suatu hari Syekh memanggil Al Fatih kecil. Kemudian memukulnya dengan sangat keras tanpa alasan yang jelas. Al Fatih menangis kesakitan menahan pukulan dari gurunya tersebut. Hingga setelah Al Fatih menjabat sebagai sultan, beliau memanggil Syekh Syamsuddin dan menanyainya: “Mengapa anda memukulku pada waktu itu padahal aku tidak melakukan apapun yang membuatku layak dipukul?”

Maka Sang Syekh menjawab: “Karena aku ingin mengajarimu bagaimana rasanya kedzaliman dan bagaimana orang yang terdzalimi tidur, agar ketika engkau menduduki posisi kepemimpinan, engkau tidak mendzalimi seorangpun”. Mendengarkan itu Al Fatih tidak mempunyai pilihan selain meminta maaf kepada Syekh Syamsuddin dan mencium tangan dan kepalanya.

Bahkan ketika Al Fatih menyampaikan keinginannya untuk melakukan ‘uzlah dan konsentrasi untuk ibadah. Syekh Syamsuddin memberikan nasehat dengan mengatakan “Sesungguhnya jika engkau masuk dalam peribadahan itu, engkau akan merasakan kenikmatannya. Sehingga posisi kesultanan menjadi jatuh dalam pandanganmu, yang mengakibatkan kekacauan (ditengah rakyamu). Apa yang saat ini engkau lakukan itu jauh lebih utama daripada masuk berkholwat dan beribadah”.

Buah dari proses pengaderan Al Fatih tergambar jelas ketika Kaisar Konstantin menolak tawaran negosiasinya. Beliau dengan tegas berkata “Baiklah, tidak lama lagi aku akan mempunyai singgasana atau kuburan di Konstantinopel”. Sungguh sebuah pernyataan luar biasa yang mampu menggetarkan lawan dan memacu semangat juang pasukannya.

Demikianlah sekilas gambaran proses pengaderan yang dialami oleh Muhammad Al Fatih. Sebuah proses pembekalan pondasi keilmuan dan penanaman jiwa kepemimpinan. Baik yang diberikan oleh orang tuanya maupun yang dilakukan oleh gurunya. Semoga kita bisa meneladaninya untuk mempersiapkan lahirnya Al Fatih Al Fatih baru.

*Penulis adalah Komandan Wilayah Jawa Timur Sako Pandu Hidayatullah

Related Articles

Leave a Comment