Oleh: Alim Puspianto
Dalam dunia kepemimpinan, kita temukan banyak sekali kajian tentang gaya kepemimpinan. Diantaranya adalah gaya kepemimpinan yang sangat ekstrem yaitu otokrasi dan demokratis. Nah pada kesempatan kali ini kita mencoba mengkaji tentang Leadership Continuum Theory yaitu teori gaya kepemimpinan yang menggabungkan dua titik ekstrem otokrasi dan demokrasi. Dimana secara teknisnya bisa terlihat dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin.
Gagasan awal dari teori ini adalah bahwa ada dua pengaruh ekstrem dalam diri seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Dimana masing masing titik ekstrem tersebut bertolak dari pandangan dasar bahwa, pertama pengambilan keputusan berorientasi pada pemimpin (bidang pengaruh pemimpin). Yaitu pemimpin lebih menonjolkan perilaku otokratis dalam mempengaruhi bawahannya.
Kedua pengambilan keputusan berorientasi pada bawahan (bidang pengaruh kebebasan bawahan). Maksudnya adalah seorang pemimpin lebih menonjolkan perilaku demokratis dalam mempengaruhi bawahannya. Yaitu dengan memberikan “kebebasan” bawahan untuk terlibat dalam mewarnai jalannya roda kepemimpinan.
Dari dua pandangan dasar tersebut dikembangkanlah tujuh model gaya kepemimpinan dalam pengambilan keputusan. Seperti terlihat dalam gambar.
1. Semakin bergeser ke kanan, tingkat partisipasi bawahan dalam setiap pengambilan keputusan semakin tinggi. Pemimpin memberikan ruang gerak kepada bawahan untuk berimprovisasi dalam melakukan tugas tugasnya semakin luas. Kepemimpinan model ini lebih cenderung pada gaya demokratis.
2. Semakin bergeser ke kiri, wilayah penggunaan wewenang oleh seorang pemimpin semakin luas. Sementara bawahan memiliki ruang gerak yang semakin sempit untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Karena segala keputusan berada dan terpusat di tangan seorang pemimpin. Model ini cenderung pada gaya otokratis.
Berdasarkan dari gambar dan keterangan tersebut dapat kita jabarkan tujuh sikap seorang pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan yaitu:
1) Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling). Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu banyak sedangkan kebebasan bawahan sempit sekali. Point pertama ini merupakan titik ekstrem yang menunjukkan sikap pemimpin yang langsung membuat keputusan tanpa melibatkan bawahannya.
2) Pemimpin menjual keputusan terhadap bawahan (selling). Dalam pengambilan keputusan ini, pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya. Pada model yang kedua ini masih sama dengan model pengambilan keputusan yang pertama karena bawahan masih belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3) Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan. Dalam tahap ini pemimpin sudah menunjukkan sedikit sikap terbuka dengan membatasi otoritasnya dan memberi kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan pertanyaan. Pada model pengambilan keputusan yang ketiga ini bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka pengambilan keputusan.
4) Pemimpin memberikan keputusan tentatif, dan keputusan masih dapat diubah. Pada model pengambilan keputusan yang keempat ini bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan. Sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunaannya.
5) Pemimpin memaparkan permasalahan dan minta saran pemecahannya pada bawahan (consulting). Model keputusan ini sudah jelas otoritas pimpinan digunakan sesedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
6) Pemimpin menentukan batasan batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam model keenam ini lebih besar dibandingkan model model sebelumnya. Para bawahan bisa berekspresi dan menuangkan ide idenya untuk meraih kesuksesan bersama.
7) Pemimpin mengijinkan bawahan berfungsi dalam batas batas yang ditentukan (joining). Model ini terletak pada titik ekstrem pengunaan kebebasan bawahan dimana partisipasi bawahan sangat besar. Pemimpin lebih mengedepankan sikap demokratis dalam menjalankan kepemimpinannya.
Ketujuh sikap yang diambil oleh seorang pemimpin tersebut tentu sudah mempertimbangkan banyak faktor. Baik faktor yang bersumber dari dirinya sendiri, dari bawahannya maupun faktor yang bersumber dari lingkungan situasi dimana kepemimpinan tersebut dilaksanakan.
Sebagai penjelas, yang dimaksud dengan faktor yang bersumber dari diri seorang pemimpin seperti, kecerdasan, power, sistem nilai, kepercayaan, dan kompetensi kompetensi yang melekat pada diri seorang pemimpin. Adapun yang dimaksud dengan faktor atau kekuatan yang bersumber dari bawahan meliputi, keahlian, kebutuhan akan kebebasan, tanggung jawab, jiwa kritis dan lain sebagainya. Sedangkan faktor yang muncul dari lingkungan dan situasi meliputi, tipe oraganisasi, permasalahan, atmosfer kerja dan semisalnya.
Dari penjelasan diatas bisa juga kita jadikan sebagai bahan untuk melihat kepemimpinan seseorang. Berada ditahap mana seorang pemimpin menjalankan kepemimpinannya. Posisi tahapan tersebut bisa terdeteksi dengan melihat sikap seorang pemimpin saat proses pengambilan keputusan. Apakah dia termasuk tipe pemimpin yang otokratis atau demokratis. Atau sikap yang ditunjukkan berada diantara keduanya yaitu tidak otokratis dan tidak juga demokratis. Sebagaimana asumsi dari teori kontinum ini bahwa ciri pemimpin yang berhasil adalah yang tidak melakukan pengawasan terlalu ketat tapi juga tidak terlalu longgar.
*Penulis adalah Dosen STAI Luqman Al Hakim Surabaya dan Komandan Sako Pandu Hidayatullah Jawa Timur