Nilai Kepemimpinan dalam Sholat Berjama’ah

by admin

Banyak media untuk kita bisa belajar tentang nilai nilai kepemimpinan. Baik belajar dengan membaca buku literatur, belajar  menggunakan media internet dan lain sebagainya. Kita juga bisa belajar kepemimpinan langsung kepada sosok pemimpin yang kita anggap layak. Namun pernahkah kita berpikir bahwa sesungguhnya banyak nilai nilai kepemimpinan yang bisa kita ambil dari aktifitas keseharian kita. Contohnya adalah aktifitas rutin sholat berjama’ah yang kita lakukan 5 kali dalam sehari.

Kepemimpinan dalam Sholat Berjamaah

Kepemimpinan dalam Sholat Berjamaah

Banyak orang yang memandang sholat berjama’ah hanya pada sisi ibadahnya saja. Padahal kalau kita perhatikan disitu banyak pelajaran lain, tidak “sekedar” aspek ibadah semata. Jangan sampai sholat berjama’ah yang kita lakukan hanya sebagai rutinitas dan berlalu begitu saja. Kita harus bisa menangkap leadership value yang tersimpan dalam ibadah sholat berjama’ah. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas bersama.

7 Leadership Value

Paling tidak ada 7 leadership value dalam sholat berjama’ah. Tujuh nilai kepemimpinan dalam sholat berjama’ah ini terangkum dalam pembahasan berikut ini. Simak selengkapnya.

1.Kedisiplinan

Nilai kepemimpinan dalam sholat berjama’ah yang pertama adalah kedisiplinan. Sebagaimana kita ketahui bahwa sholat berjama’ah itu waktunya sudah ditentukan. Sebagaimana firmanNya dalam surat An Nisa : 103 “Sesungguhnya sholat itu fardhu yang ditentukan waktunya atas orang orang yang beriman”. Dari situ kita bisa melihat bahwa aspek kedisiplinan sangat ditekankan dalam sholat berjama’ah. Bahkan sholatnya bisa tidak syah jika tidak dikerjakan pada waktunya. Sehingga seluruh umat Islam wajib sholat sesuai dengan pembagian waktu yang telah ditentukan.

2. Persatuan dan Kesatuan

Kemudian yang kedua adalah persatuan dan kesatuan. Kehadiran seluruh umat Islam ke masjid untuk menegakkan sholat berjama’ah adalah bukti nyata bahwa dalam sholat berjama’ah tersimpan pesan persatuan dan kesatuan. Posisi shof juga tidak berjarak dan tidak membedakan antara satu dengan lainnya. Siapa yang datang lebih awal maka mereka berhak menempati shof paling depan. Semua berbaur tanpa ada sekat sekat yang membatasinya. Pun demikian imam masih memperingatkan agar meluruskan dan merapatkan shof ketika sholat akan segera dimulai. Karena rapi dan lurusnya shof adalah bagian dari kesempurnaan sholat berjama’ah.

3. Excellent Leader

Nilai kepemimpinan yang ketiga adalah excellent leader. Maksudnya adalah sosok imam adalah pribadi yang terbaik diantara jama’ah yang ada. Terbaik keilmuannya, terbaik bacaan qur’annya, terbaik akhlaqnya dan terbaik diaspek lainnya. Sehingga sosok tersebut akan tampak dengan sendirinya. Tanpa harus mencalonkan diri atau malah memperebutkan posisi sebagai imam. Begitu juga harusnya seorang pemimpin, jika belum layak jangan memaksakan diri untuk menjadi pemimpin. Jangan sampai hawa nafsu menguasai kita. Sehingga memakai cara cara kotor untuk mendapatkan tongkat kepemimpinan. Seorang excellent leader adalah orang yang siap memimpin dan siap dipimpin. Ia tahu hakekat kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab.

4. Sistem Komando yang Jelas

Selanjutnya yang keempat adalah sistem komando yang jelas. Adakalanya seorang imam harus mengeraskan bacaan sholatnya seperti di sholat Magrib, Isya dan Subuh. Namun di sholat lainnya bacannya disirrikan. Menjadi catatan, walaupun bacaan dilirihkan tapi intruksi yang menandai pergantian gerakan dalam sholat masih tetap keras. Seperti bacaan Allahu akbar, sami’allahu liman hamidah, dan bacaan salam sebagai tanda berakhirnya sholat. Dengan kejelasan intruksi tersebut seluruh makmum bisa mengikuti setiap pergantian gerakan dengan mendengarkan suara keras sang imam. Nilai kepemimpinan yang bisa kita ambil dari realita tersebut adalah bahwa seorang pemimpin harus jelas dan tegas dalam memberikan komando.

5. Uswah atau Keteladanan

Nilai kepemimpinan yang kelima adalah uswah atau keteladanan.  Masih terpaut dengan sistem komando, seorang pemimpin wajib memberikan uswah atau lead by example kepada anak buahnya. Sebagaimana seorang imam yang memberikan contoh gerakan sholat untuk kemudian ditirukan secara sempurna oleh seluruh makmumnya. Disinilah urgennya seorang pemimpin yang tidak hanya pandai menyuruh saja. Tetapi ia harus membersamai dan memberikan contoh yang jelas kepada anggotanya. Dengan  kejelasan komando dan uswah dari seorang pemimpin, harapnnya tidak ada miscommunication yang terjadi antara pemimpin dan anak buahnya.

6. Ketaatan

Nilai kepemimpinan yang keenam adalah ketaatan. Menjadi sebuah syarat – dalam sholat berjama’ah harus ada imam dan makmum yang mengikutinya. Itu artinya struktur kepemimpinan jelas tergambar disana yaitu imam sebagai sosok leader dan makmum sebagai follower. Oleh sebab itu sudah menjadi keharusan bagi makmum untuk mentaati seluruh instruksi dari imamnya. Jangan sampai gerakan dan suara makmum mendahului imam atau bahkan menyelisihi imamnya. Begitu juga didalam kepemimpinan, seluruh anggota wajib taat kepada pemimpinnya. Jika ada anggota tidak taat atau bahkan membuat gerakan liar, maka cacatlah kepemimpinan tersebut.

7. Keberanian dan Sikap Ksatria

Nilai kepemimpinan yang ketujuh adalah Keberanian dan sikap ksatria. Nilai keberanian bisa kita lihat ketika seorang makmum mendapati imamnya melakukan kesalahan maka hedaknya segera mengingatkannya. Bagi yang laki laki dengan mengucapkan subhanallah, dan bagi perempuan cukup tepuk tangan. Artinya jika seorang pemimpin melakukan kesalahan maka anggotanya harus berani mengingatkan agar pemimpinnya kembali ke jalan yang benar. Jangan sampai karena takut atau sungkan, bawahannya malah membiarkan kesalahan pemimpinnya.

Masih terpaut dengan itu, sikap ksatria yaitu kita temukan ketika seorang imam mengakui kesalahannya dan legowo menerima nasihat dari makmumnya. Begitu juga seharusnya ketika seorang pemimpin melakukan kesalahan dan diingatkan oleh bawahannya. Jangan mentang mentang jadi pemimpin, kemudian tidak mau diingatkan anggotanya. Ingat, kebaikan itu datang dari mana saja, sebagaimana pepatah Arab “undzur ma qoola wa laa tandzur man qoola”. Lihatlah apa yang disampaikan, jangan melihat siapa yang menyampaikan. Mental ksatria untuk mengakui kesalahan harus senantiasa dipupuk, jangan sampai hawa nafsu menguasai kita. Sehingga menjalankan kepemimpinan semau kita tanpa memperdulikan salah dan benarnya.

Oleh: Alim Puspianto – Ketua Sakoda “Pandu” Hidayatullah Jawa Timur & Dosen Dakwah STAI Luqman Al Hakim Surabaya

Related Articles

Leave a Comment