Spiritual Leadership – Kepemimpinan Spiritual

by admin

Negara Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan kesuburan tanah dan kandungan minyak bumi yang ada di dalamnya. Ditambah lagi dengan hasil laut yang luar biasa berlimpah. Tidak salah jika dalam beberapa bait syair lagunya, Koes Plus mengatakan “Bukan lautan hanya kolam susu, jaring dan jala cukup menghidupimu” kemudian di reff-nya dipertegas dengan “Orang bilang tanah kita tanah surga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Spiritual Leadership

Spiritual Leadership

Lirik lagu tersebut memang tidak berlebihan, karena demikianlah faktanya. Hanya dengan bermodalkan jala dan kail saja, masyarakat Indonesia bisa hidup dengan kecukupan. Ditambah lagi dengan kesuburan tanahnya yang dalam bahasa Jawa dikatakan “gemah ripah loh jinawi ” tongkat yang dilempar bisa jadi tanaman. Sungguh sebuah penggambaran betapa luar biasanya kesuburan dan kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini.

Begitu juga dengan sumber daya manusiannya, Indonesia tidak kurang dengan orang cerdas. Buktinya banyak sarjana dan para profesor dengan sederet gelar bertebaran dimana-mana. Bahkan beberapa karya dari putra terbaik bangsa ini mampu mengguncang dunia. Misalnya saja bapak B.J Habibie yang kita kenal sebagai ilmuan kelas dunia, atau Profesor Khoirul Anwar sang pencipta jaringan 4G LTE asal Kediri Jawa Timur. Mereka mampu membuktikan bahwa sebenarnya kwalitas SDM bangsa Indonesia mampu bersaing dengan negara maju di seluruh dunia.

Namun realitanya semakin hari negara tercinta ini malah semakin terpuruk diberbagai aspek kehidupannya. Katanya negara agraris tapi malah mengimpor hasil pertanian dari luar negri. Katanya negara hukum tapi banyak ketimpangan hukum yang menyebabkan butanya mata keadilan. Praktek korupsi semakin merajalela, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.

Kondisi ini tentu mengundang banyak pertanyaan, ada apa gerangan dengan negara ini? Salah satu yang menjadi sorotan utama yaitu pada aspek leadership bangsa. Kenapa bisa begitu?, tidak lain karena para pemimpinlah yang menentukan segala sesuatu di negara ini. Mereka punya kekuasaan dan wewenang penuh untuk membentuk negara ini menjadi seperti apa dikemudian hari. ekstremnya melalui tangan tangan merekalah nasib negara ini ditentukan.

Baca Juga : Memimpin Generasi Millenial

Namun realitanya tidak sedikit dari para pemimpin bangsa ini yang malah menyalahgunakan jabatannya. Mereka cerdas, tapi kecerdasannya malah dipakai untuk menipu rakyatnya. Mereka pintar namun kepintarannya malah digunakan untuk memperkaya dirinya dan golongannya sendiri. Mereka bergelar tapi miskin akan moral, mereka ahli tapi akhlaknya tidak terpuji. Janji yang dulu pernah disampaikan selama kampanye ternyata hanyalah lips service semata.

Terus bagaimana solusinya, salah satu solusinya yaitu negara ini butuh pemimpin yang mampu membangun kepemimpinannya dengan nilai nilai luhur spiritual yang kuat. Negeri ini butuh sosok pemimpin yang tidak hanya cerdas tapi juga amanah, bertanggung jawab dan bisa menjadi uswah bagi anak buah dan masyaraktnya. Dengan kata lain negri ini butuh sosok pemimpin yang benar benar mampu mempraktekkan spiritual leadership di segala aspeknya.

Spiritual Leadership bukanlah pemimpin spiritual

Spiritual Leadership bukanlah pemimpin spiritual

Menjadi catatan bahwa kepemimpinan spiritual berbeda dengan pemimpin spiritual. Bila pemimpin spiritual diartikan sebagai sosok yang membawa ajaran spiritual berdasarkan keyakinannya. Contohnya kyai atau ustadz yang menjadi pemimpin spiritual bagi masyarakat  muslim. Sedangkan kepemimpinan spiritual adalah nilai-nilai spiritual yang dimiliki dan dipraktekan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan amanah kepemimpinannya.

Lebih jauh spiritual leadership merupakan kepemimpinan yang mengedepankan moralitas, kepekaan, kebersihan hati, dan etika dalam berinteraksi dengan orang lain. Kepemimpinan yang berbasis spiritualitas tidak melulu berbicara tentang kecerdasan dan ketrampilan serta profesionalisme belaka. Namun juga menjunjung nilai-nilai luhur seperti kebenaran, kejujuran, integritas, kebijaksanaan dan kasih sayang. Sehingga nantinya akan membentuk akhlak dan moralitas yang baik.

Seorang pemimpin yang menjalankan amanah kepemimpinannya dengan spiritual leadership akan senantiasa mengajak dirinya dan orang orang disekitarnya menyadari bahwa segala sesuatu yang mereka lakukan pasti akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT. Dengan begitu maka mereka akan bekerja secara maksimal baik dilihat atasannya maupun tidak. Mereka sadar bahwa bekerja itu merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Mereka akan selalu ingat bahwa di dalam hadis yang panjang Rasulullah SAW menjawab sebuah pertanyaan tentang makna ihsan. Beliau bersabda “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.

Baca juga : E-Leadership

Saya yakin jika cara berpikir mereka dalam menyikapi amanah pekerjaan sudah sesuai dengan hadis diatas, pasti mereka akan semangat dalam bekerja dan tidak mungkin menyalahgunakan amanah yang diembannya. Pemimpinnya juga tidak terlalu capek untuk mengawasi anak buahnya. Karena salah satu output dari spiritual leadership ini adalah semua orang akan bekerja sesuai dengan yang diamanahkan. Ada tidaknya pemimpin yang mengawasinya dalam bekerja tidak akan terlalu berpengaruh. Karena niatan mereka bekerja adalah untuk beribadah dan Allah SWT senantiasa mengawasinya.

Selain itu sebuah organisasi yang kepemimpinannya dijalankan dengan spiritual leadership maka bisa dipastikan semua pekerjaan akan berjalan dengan baik sesuai target yang direncanakan. Efisiensi waktu juga bisa lebih maksimal karena semangat bekerja mereka terilhami oleh Firman Allah SWT. “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh sungguh (urusan) yang lain”. QS. Al Insyirah: 7

Dengan semangat bekerja seperti itu maka sudah pasti semua pekerjaan tidak akan terbengkalai dan bisa selesai tepat waktu. Pemimpin dan seluruh anggotanya akan fokus pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya masing masing. Jika satu pekerjaan telah diselesaikannya maka mereka akan segera beralih fokus ke pekerjaan lain yang sudah menantinya.

Oleh :Alim Puspianto, M.Kom – Dosen Dakwah STAI Luqman Al Hakim Surabaya & Komandan Sakoda Hidayatullah Jawa Timur

Related Articles

Leave a Comment