Transactional Leadership, Gaya Kepemimpinan Transaksional

by admin

Sebagaimana kita ketahui bahwa banyak gaya yang bisa dipakai dalam menjalankan roda kepemimpinan. Setiap pemimpinpun berhak dan bebas memilih salah satu atau beberapa gaya kepemimpinan sesuai dengan apa yang diyakininya. Walaupun kadang ada beberapa organisasi atau perusahaan yang sudah mensiratkan dan mendesain sebuah gaya kepemimpinan yang harus diterapkan.

Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan Transaksional

Salah satu gaya yang sering kita temukan dalam organisasi atau perusahaan adalah gaya kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Gaya kepemimpinan ini memandang bahwa pada dasarnya kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara seorang pemimpin dan pengikutnya. Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya diibaratkan sebuah hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar.

Gaya Kepemimpinan Transaksional

Jika para pemimpin memberikan atau melakukan sesuatu untuk anak buahnya, maka anak buahnya juga akan memberikan sesuatu kepada para pemimpinnya. Layaknya ikan lumba-lumba di arena atraksi, ia akan meloncat jika pelatihnya memberikan bonus makanan. Jika pelatihnya tidak memberikan makanan, lumba-lumbapun akan diam tak bergerak.

Dalam kepemimpinan transaksional, jika hasil kerja seorang bawahan sesuai dengan yang diharapkan maka ia akan mendapatkan imbalan. Namun jika tidak sesuai dengan standar maka pemimpin akan memberikan punishment agar pengikutnya jera dan tidak mengulangi kesalahannya. Misalnya memberikan tugas tambahan, menyuruh mereka lembur bahkan sampai pada tidak menaikkan jabatan mereka. Selain itu seorang pemimpin yang menjalankan roda kepemimpinannya dengan gaya transaksional juga akan senantiasa memberikan motivasi agar anggotanya bisa berkerja sesuai dengan aturan dan bisa meraih target yang telah ditentukan.

Baca: Pemimpin Bermental Pedagang

Perlu diingat bahwa kepemimpinan transaksional tidak selalu harus menukarkan sesuatu dengan hal yang berbau materi saja. Ada kalanya juga terkait dengan non materi, baik itu berupa kepercayaan, keadilan dan lain sebagainya. Maka sudah barang tentu jika sekali saja seorang pengikut merasa tidak menerima hak yang telah menjadi kesepakatannya maka semangat kerja dan tingkat kepatuhannya akan mengalami penurunan.

Ekstremnya peran pemimpin dalam kepemimpinan transaksional ini yaitu mengawasi kinerja bawahan dan memastikan mereka bekerja sesuai dengan standar dan  target yang telah ditentukan. Sehingga hal terpenting bagi anggota adalah bagaimana  mereka bisa melaksanakan tugas sesuai dengan instruksi dan standar tersebut. Dalam kondisi tertentu kepemimpinan transaksional bisa kita lihat pada kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pelatih cabang olah raga.

Nilai Positif

Adapun nilai positif kepemimpinan transaksional diantaranya yaitu pertama, arah dan sistem kerja yang sangat jelas. Maksudnya adalah dengan menerapkan gaya kepemimpinan ini, semua sistem, target dan aturan kerja sudah terpampang dengan jelas dan detail. Sehingga semua anggota sudah tahu dengan pasti apa yang harus mereka lakukan. Adapun seorang pemimpin akan memastikan semuanya bisa berjalan sesuai dengan standar.

Nilai Positif Gaya Kepemimpinan Transaksional

Nilai Positif Gaya Kepemimpinan Transaksional

Kedua adalah hasil yang relatif bisa diraih dengan tepat waktu. Apalagi kalau targetnya adalah jangka pendek, biasanya akan diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat. Karena dengan adanya motivasi yang berupa penghargaan dan hukuman memungkinkan anak buah untuk bekerja lebih maksimal lagi. Tentunya agar mereka bisa meraih penghargaan dan terhindar dari hukuman.

Ketiga adalah hasil yang konsisten. Dengan sistem yang sudah di desain sedemikian rupa, hasilnyapun akan terpetakan secara jelas dan konsisten. Seorang pemimpin hanya dituntut untuk mempertahankan prosedur, aturan dan sistem yang sudah ada. Ia secara aktif mengawasi pekerjaan anggotanya, apakah telah memenuhi standar atau belum. Biasanya pemimpin dengan gaya transaksional juga akan terjun langsung mengambil tindakan korektif untuk mencegah kesalahan yang lebih besar.

Nilai Negatif

Selain nilai nilai positif, kepemimpinan transaksional juga mempunyai sisi negatif. Beberapa nilai negatifnya yaitu pertama, lingkungan kerja yang terkesan kaku. Hal ini didasarkan bahwa motivasi anggota dalam bekerja tidak lain adalah masalah penghargaan dan hukuman. Karena hubungan mereka sebatas pemimpin dan anak buah yang terhubung melalui sistem saja. Baik pemimpin maupun bawahannya “terjebak” dalam aktifitasnya masing masing. Kondisi tersebut lambat laun akan membuat karyawan merasa jenuh dan cepat bosan.

Baca : Berproses Menjadi Seorang Pemimpin

Kedua yaitu daya Inovasi dan kreativitas rendah. Jelaslah, gaya kepemimpinnan transaksional dengan sistem yang sudah terdesain sedemikian rupa akan menutup rapat pintu kreatifitas dan daya inovasi. Apalagi keduanya memang tidak masuk dalam syarat untuk memperoleh penghargaan. Bahkan dengan tuntutan yang ada menjadikan seorang pemimpin seringkali mengabaikan ide kreatif, baik yang datang dari dirinya maupun dari para anak buahnya.

Ketiga, seorang pemimpin akan cenderung menjadi pasif. Kenapa bisa demikain, kita lihat saja bagaiamana seorang pemimpin akan aktif jika “kerjanya” hanya memberikan hadiah dan hukuman kepada anggotanya. Para pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional hanya berusaha menerapkan dan mengawal sistem saja. Pendekatan komunikasi yang dipakai juga cenderung instruksional. Tentu dengan model kerja yang demikian akan menjadikan para pemimpin tersebut pasif.

Adapun sisi negatif yang terakhir dari gaya kepemimpinan transaksioanl yaitu ikatan emosional yang rendah. Hal ini wajar memang karena hubungan yang dibangun hanya berdasarkan pendekatan reward dan punishment. Dimana seorang bawahan akan tunduk dan patuh jika ada imbalan yang ia dapatkan. Jika bukan karena motivasi reward, hal itu dilakukan hanya sebatas agar mereka tidak mendapatkan hukuman. Dengan kondisi tersebut menjadikan rendahnya hubungan emosional antara bawahan dan pemimpinnya. Kalaupun ada, itu sebatas kewajaran layaknya partner kerja antara pemimpin dan anak buahnya. Sehingga tak heran jika  hal tersebut nantinya juga berdampak kepada rendahnya loyalitas.

Oleh : Alim Puspianto, M.Kom – Ketua Sakoda Pandu Hidayatullah Jawa Timur & Dosen Dakwah STAI Luqman Al Hakim Surabaya

Related Articles

Leave a Comment